Optimalisasi Kinerja Otak


DALAM PROSES PEMBELAJARAN SISWA CERDAS ISTIMEWA

Gifted (cerdas istimewa) saat ini makin banyak kita dengar dan ada anggapan bahwa anak ini mempunyai prestasi yang hebat. Sering pula kita mendengar ajakan agar menstimulasi otak anak supaya menjadi cerdas seperti anak cerdas istimewa (van Tiel). Secara konvensional, anak berbakat / cerdas istimewa adalah anak yang mempunyai IQ tinggi dan prestasi menonjol disekolah. Jarang ada yang menjelaskan dari sisi sulitnya, tumbuh kembangnya dan personalitas anak tersebut.

Keberbakatan (giftesness) adalah suatu potensi bawaan yang disetiap orang mempunyai bentuk yang berbeda satu dengan lainnya. Umumnya mempunyai potensi kuat diberbagai bidang (van Tiel). Anak ini mempunyai dorongan dari dalam dirinya untuk selalu mencari tahu.
Prestasi belajarnya tidak selalu optimal, bahkan sering kali bermasalah, hal ini disebabkan adanya kesulitan yang terselubung (Silverman 2002).

Cara belajar anak berbakat (cerdas istimewa) adalah melalui proses penglihatan (visual learner), proses berpikirnya berupa gambar. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menterjemahkan gambar menjadi kata (Silverman 2002).

Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana proses pembelajaran pada anak cerdas istimewa dilihat dari aspek neurologis.

DEFINISI
Banyak kepustakaan yang mendifinisikan tentang ‘Gifted’ (berbakat), akan tetapi hal ini akan sangat membingungkan. Terkadang orangtua, guru dan konselor menjadi sulit berkomunikasi, karena masing-masing dengan definisi yang berbeda.

Keberbakatan yang berdasarkan sekolah biasanya melihat kemampuan relative. Anak diidentifikasikan berdasarkan penampilannya membandingkan dengan teman sekelasnya. Anak dengan ranking 5-10% ditingkat atas memerlukan kurikulum yang lebih menantang dibandingkan dengan kurikulum regular. Definisi keberbakatan secara ini akan membingungkan orangtua, karena anak yang berbakat, ternyata disekolah lain dinyatakan tidak berbakat.

Hollingworth mendefinisikan keberbakatan sebagai potensi anak yang harus digali sehingga saat dewasa akan lebih berkembang.

Linda Silverman menambahkan bahwa pada anak berbakat didapatkan perkembangan yang tidak sinkron. Jadi tidak hanya IQ dan kemampuan, tapi juga emosi dan hipersensitifitas.

Perkembangan yang tidak sinkron dimaksud adalah perkembangan intelektual, fisik dan emosi tidak berjalan dengan kecepatan yang sama. Kemampuan intelektual selalu berkembang lebih cepat.

Dengan adanya perkembangan yang tidak sinkron ini diperlukan modifikasi dalam hal pengasuhan baik oleh orangtua, guru maupun konselor agar anak dapat berkembang optimal.

KLASIFIKASI

Keberbakatan sangatlah kompleks, bukan hanya ditentukan oleh Nilai IQ-nya saja, akan tetapi merupakan faktor multidimensi dan dinamis (van Tiel).

Carpenter (2001) & Lyth (2003), Membagi anak berbakat atas: (I). Ringan (mild) IQ = 115-129; (II). Sedang (moderate) IQ = 130-144; (III). Tinggi (high) IQ = 145-159; (IV). Kekecualian (exceptional ) IQ = 160-179; (V). Amat sangat (Profound) IQ = 180 +.

IQ normal berkisar antara 85-115, dengan normal absolute 100. Makin besar jaraknya dari nilai normal, makin membutuhkan modifikasi sarana pendidikan.

Terdapat 3 kelompok anak berbakat:

  • Berbakat global : yaitu anak berbakat pada semua atau hampir semua area; biasanya matematika dan verbal;
  • Berbakat matematika : anak dengan kemampuan matematika yang tinggi. Anak ini akan baik dibidang spasial, sebab2 nonverbal, daya ingat;
  • Berbakat verbal : yaitu anak dengan kemampuan bahasa yang kuat. Anak ini mampu berbahasa yang lebih bila dibandingkan dengan anak seusianya. Penampilan verbalnya lebih baik.

Umumnya pada anak berbakat, prestasi belajarnya juga tinggi. Tapi dapat pula ditemukan anak berbakat yang prestasinyanya tidak optimal bahkan sering kali bermasalah. Prestasi yang kurang ini sering dianggap karena faktor motivasi dan psikologis. Anak sering dianggap malas dan tidak bersungguh sungguh, dan sering kali orangtua disalahkan karena tidak menerapkan disiplin. Banyak penelitian menyebutkan, diantara anak berbakat tidak berprestasi karena mengalami kesulitan yang terselubung (Silverman 2002).

Anak berbakat dapat pula mengalami gangguan belajar. Kelompok ini dibagi atas 3 subgroups yaitu:

  • Anak telah teridentifikasi sebagai berbakat tapi kesulitan disekolah. Anak ini pencapaiannya dibawah kemampuannya, kadang adanya kesulitan belajar tidak terdiagnosa, sampai sekolah memberikan tambahan stimulus, sehingga kesulitan dibidang akademik terlihat dia berada dibawah kemampuan seusianya
  • Anak dengan kesulitan belajar yang berat, sehingga adanya kemampuan bakat tidak pernah dikenali. Baum 1985 menemukan 33% anak dengan kesulitan belajar mempunyai kemampuan intelektual yang superior. Anak2 ini tidak pernah mendapatkan program untuk anak berbakat;
  • Anak dengan kemampuan dan kesulitan belajar yang saling menutupi secara tumpang tindih. Anak ini berada dikelas regular, dan kemampuannya pada tingkat rata-rata (Brody 1997).

Anak berbakat, walau dengan atau tanpa berada dikelas akselerasi, tetapi mempunyai potensi untuk berkembang. Mereka termotivasi secara internal. Dengan adanya minat /ketertarikan dan kesempatan, anak akan termotivasi. Jadi bila anak tertarik akan sesuatu dan terdapat kesempatan atau tantangan yang sesuai, maka dia akan dapat berprestasi (Brody 1997).

oleh : dr Siti Aminah Soepalarto, SpS(K)
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf, Subdivisi Saraf Anak RSHS/FK UNPAD Bandung